Showing posts with label pangan lokal. Show all posts
Showing posts with label pangan lokal. Show all posts

23 February 2016

Eksplorasi Pangan Pokok Lokal Berbasis Shorgum di Flores Timur dan Sagu Di Sangihe


Sub-Cat-Sorghum
Shorgum


Pangan lokal merupakan makanan yang ditumbuhkan dan diproduksi di suatu daerah dan digunakan untuk konsumsi penduduk di daerah tersebut. Karena pangan lokal ditumbuhkan dan diproduksi di daerah tersebut maka biaya transportasi dan rantai perdagangan akan minimum. Konsumsi pangan lokal juga akan meningkatkan ekonomi penduduk lokal.

Makanan pokok masyarakat Flores pada awalnya adalah jagung dan shorgum, akan tetapi berubah menjadi beras  pada saat orde baru menjadikan beras sebagai pangan pokok nasional. Flores Timur merupakan daerah `yang memiliki tanah semi ringkai (kering karena musim) hal ini nyebabkan tanaman pangan seperti padi sukar untuk tumbuh di daerah ini, hal ini dapat dilihat dari rendahnya produktifitas gabah kering flores timuryang hanya 1.93 ton/ ha dibanding kabupaten lainnya di provinsi NTT 2011. Sehingga sebagian besar beras yang beredar di daerah ini merupakan beras yang berasal dari daerah lain. Harga menjadi tidak stabil, seringkali terjadi gagal panen dan kejadian kerawanan pangan. Bantuan pangan berupa beras yang dikirimkan dari daerah lain untuk menanggulangi kerawanan pangan memiliki pengaruh negatif. Ketergantungan masyarakat terhadap beras menjadi meningkat dan mengurangi minat untuk mengkonsumsi makanan lokal seperti jagung maupun shorgum.

Shorgum memiliki karakter yang cukup unik, yaitu tahan panas dan kekeringan. Hal ini menyebabkan shorgum sangat cocok untuk ditanam di daerah kering seperti di Flores Timur. Shorgum juga memiliki nilai gizi yang tidak jauh berbeda dibanding dengan beras, bahkan kandungan protein dan lemak shorgum lebih tinggi dibanding dengan beras. Protein pada bahan makanan sangat penting perannya dalam kesehatan. Protein berfungsi sebagai penyusun sel sel tubuh. Protein juga dapat dicerna dalam waktu yang lama, sehingga lebih kenyang lebih lama. Lemak yang ada di shorgum juga tergolong tinggi. Lemak akan memberikan kontribusi energi bagi konsumen shorgum, dan juga sebagai pelarut vitamin larut lemak. Kadar abu pada shorgum juga lebih tinggi, kadar abu seringkali dihubungkan dengan tingginya kadar mineral di dalam produk. Hal ini dapat dikonfirmasi dengan tingginya kadar zat besi dalam shorgum. zat besi sangat penting dalam pembentukan sel darah merah. Wanita pada saat haid akan membutuhkan banyak zat besi untuk memproduksi sel darah merah. Shorgum juga mengandung banyak fosfor jika dibandingkan dengan beras. Fosfor berfungsi sebagai bahan penyusun tulang dan gigi. Salah satu komponen penyusun DNA, RNA, dan juga faktor penting dalam energi. Shorgum dapat diolah menjadi tepung kemudian diolah lagi menjadi berbagai makanan bergizi.
Tabel 1. Kandungan gizi beras, shorgum dan sagu dalam 100 g
Kandungan GiziBeras *ShorgumSagu
Energi (kkal)353.71353.71342.25
Air (g)12.8911.5414.45
Protein (g)6.617.970.14
Lemak (g)0.582.450
Abu (g)0.581.500.06
Karbohidrat  (g)79.3476.5385.45
Serat (g)1.41.2770.31
Kalsium (mg)99.06154.31
Zat besi (mg)4.3615.168.55
Fosfor (mg)86122.9216.39
*(USDA, 2015)
Sangihe merupakan kabupaten kepulauan yang berada di utara Indonesia, berbatasan langsung dengan Filipina. Makanan pokok yang dikonsumsi oleh masyarakat sangihe adalah sagu dan beras. Padi di Sangihe ditanam pada ladang kering. Tehnik ini digunakan untuk menghadapi kondisi kering di kepulauan tersebut. Pangan lokal lainnya yang menjadi makanan pokok penduduk adalah sagu. Sagu sudah dikonsumsi secara turun menurun di Sangihe.  Sagu Baruq menjadi unggulan konsumsi pangan lokal karena sagu yang berasal dari Sangihe memiliki keunggulan yaitu dapat umbuh di kondisi kering, areal tebing yang curam, hingga pekarangan rumah.

Sagu memiliki kadar energi yang tidak berbeda banyak dari beras, hal ini disebabkan oleh tingginya kadar karbohidrat yang mencapai 85 %. Kandungan proten dan lemak sagu sangat rendah, sehingga untuk mencukupi kebutuhan tubuh atas protein dan lemak harus dikonsumsi bersama sumber protein dan lemak lainnya. Salah satunya dengan ikan yang banyak diproduksi oleh penduduk Snagihe. Kandungan kalsium sagu sangat tinggi, hal ini akan membantu pembentukan tulang dan gigi pada anak dalam periode pertumbuhan, dan juga untuk para manula demi mempertahankan kekuatan tulang dan gigi agar tetap kuat. Sagu dapat diolah menjadi berbagai jenis makanan dan digunakan sebagai sumber karbohdirat yang sanag baik.



Daftar Pustaka

Balai Penelitian Tanaman Palma. (2014). "Sagu Baruq, Varietas Unggul Asal Kabupaten Sangihe."   Retrieved 15 Febuari 2016, from http://perkebunan.litbang.pertanian.go.id/?p=11270.
Mundita, I. W. (2013). Pemetaan Pangan Lokal di Pulau Sabu-Raijua, Rote-Ndao, Lembata, dan Daratan Timor Barat (Kabupaten Kupang dan TTS). Kupang: Perkimpulan Pikul Kupang.
US Department of Agriculture, Agricultural Research Service, Nutrient Data Laboratory. USDA National Nutrient Database for Standard Reference, Release 28. Version Current: September 2015. Internet: http://www.ars.usda.gov/ba/bhnrc/ndl

24 October 2014

Menulis maka kau ada

Hari ini, 24 oktober 2014, sore hari saat rapat di program studi ilmu gizi, Fakultas kedokteran, universitas Diponegoro, semarang, saya Fitriyono Ayustaningwarno mendapatkan telpon dari suara Merdeka yang meminta data pengolahan beras. Fitriyono Ayustaningwarno STP MSI, sebagai ahli Teknologi Pangan yang saat ini menjabat sekretaris patpi semarang (persatuan ahli Teknologi Pangan Indonesia ) menjadi sangat gembira untuk membantu rekan media mendapatkan data tersebut. Pada akhir sesi pembicaaraan, saya mencoba menggali dari manakah informasi bahwa saya adalah anggota patpi. Hal yang tidak disangka, dijawab saya searching dan mendapatkan artikel pertemuan Patpi semarang dan ada nama dan no hp saya di sana.
Menulis di internet salah satu media tepat pada saat ini. Sedikit sedikit tanya mbah google. Menjadi profesional harus dikenal orang. Memiliki karya banyak yang juga digunakan dan diketahui orang banyak.
Blogger merupakan salah satu layanan yang diberikan oleh google sebagai blog gratis yang sangat mudah digunakan. Karena merupakan produk google, maka integrasi dengan produk yang lain, menjadi sangat mudah. Salah satu yang berhubungan dengan cerita saya diatas adalah google search. Blogger merupakan layanan blog yang teropimasi dengan google search. Pengaturan indexing pada blogger sangat memudahkan google search spider bot untuk indexing informasi yang ada di blog.

berikut adalah artikelnya

http://berita.suaramerdeka.com/smcetak/menekan-impor-melalui-pangan-lokal/

Menekan Impor Melalui Pangan Lokal

31 Oktober 2014 0:10 WIB Category: Ekonomi - BisnisSmCetak A+ / A-
‘’TIDAK kenyang kalau tak makan nasi’’. Ungkapan itu telah mendarah daging di kalangan masyarakat kita. Nasi dari beras telah menjadi sumber karbohidrat utama, bahkan di daerah-daerah yang semula makanan pokoknya bukan beras.
Jagung, sagu, dan ubi-ubian kian tersingkir dan terlupakan sebagai bahan pangan potensial sumber karbohidrat. Akibatnya, permintaan melonjak dan tak bisa dipenuhi oleh produksi dalam negeri, sehingga terpaksa mengimpor beras yang berarti mengeluarkan devisa.
Menanam padi juga kian mahal karena sejumlah sarana produksi antara lain pupuk, pestisida, bibit, dan mesin harus impor. Data Badan Pusat Statistik (BPS) Jateng menunjukkan, mulai 2012, 2013, hingga Agustus 2014 nilai impor sarana produksi padi terus meningkat. Contohnya pupuk, pada 2012 yang diimpor ke provinsi ini nilainya mencapai 13,75 juta dolar AS.
Lalu, tahun lalu naik menjadi 17,79 juta dolar AS dan 2014 hingga Agustus 9,94 juta dolar AS. Tak hanya pupuk, pembasmi hama atau pestisida yang dibeli produsen di bidang pertanian dari luar negeri nilainya 106,41 juta dolar AS pada 2012.
Kemudian, tahun lalu nilai impor pestisida meningkat menjadi 120,91 juta dolar AS, sedangkan tahun ini hingga Agustus mencapai 71,33 juta dolar AS. Sama dengan pupuk dan pestisida, mesin untuk membajak dan menggiling padi menjadi beras juga mencetak nilai impor tidak sedikit.
Tahun 2012 nilainya mencapai 1,10 miliar dolar AS, 2013 senilai 879 juta dolar AS, dan hingga Agustus 2014 sebesar 744 juta dolar AS.
Kepala Bidang Statistik Distribusi BPS Jateng Jam Jam Zamachsyari mengatakan untuk mendukung produksi padi yang akan menjadi beras, produsen di bidang pertanian di Jateng memang masih mengimpor. ‘’Impor tersebut dari sejumlah negara, misalnya Tiongkok, Malaysia, AS, Turki, dan Korea Selatan,’’ungkap dia.
Impor sarana produksi padi yang terus berlangsung hingga sekarang tidak bisa dimungkiri salah satu faktornya karena konsumsi nasi oleh penduduk di Jateng sangat tinggi. Untuk menekan nilai impor sarana produksi padi tersebut, dibutuhkan langkah taktis dalam mewujudkan kedaulatan pangan.
‘’Perlu ada upaya dari setiap penduduk di Jateng untuk mengatur kebutuhan makan sendiri, dan tidak harus selalu bergantung pada beras atau nasi sebagai makanan pokok. Sebab, masih banyak pangan pokok berbasis sumber daya lokal selain beras yang dapat dikonsumsi, misalnya jagung, sagu, kentang, ubi jalar, talas, singkong, sukun, pisang, sorgum.
Kemudian, ganyong, garut, uwi, gembili, labu kuning, kimpul, gadung, hingga kedelai,’’ ujar pengajar Ilmu Gizi Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang, Fitriyono Ayustaningwarno.
Menurut Sekretaris Persatuan Ahli Teknologi Pangan Indonesia Semarang itu, untuk mengembalikan makanan utama sehari-hari sesuai dengan potensi sumber daya dan kearifan lokal, pemerintah perlu melaksanakan berbagai program yang sasarannya pada Gerakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan (P2KP).
Pangan Lokal
Program tersebut bertujuan mengembalikan kesadaran masyarakat pada pola konsumsi pangan pokok nonberas atau nonterigu, dan tentu saja bersumber pada pangan lokal. Upaya itu sudah direspons positif oleh Pemprov Jateng di bawah kepemimpinan Gubernur Ganjar Pranowo.
Melalui Badan Ketahanan Pangan, pemerintah menggalakkan program Gerakan Konsumsi Pangan Lokal. Caranya, mempromosikan pangan lokal melalui pemberitaan, bazar, pameran, lomba, dan lainnya. Lembaga tersebut percaya, jika hal itu dilakukan secara terusmenerus, akan mengubah kebiasaan masyarakat agar mau mengonsumsi olahan singkong, jagung, atau gembili.
Selain itu, kalau berhasil dilakukan, niscaya juga akan menurunkan konsumsi beras per kapita di tingkat rumah tangga. Kepala Bidang Keamanan Pangan, Badan Ketahanan Pangan Jateng, Suranto, mengatakan ketersediaan pangan di provinsi ini mengalami surplus, terutama beras.
Tapi pemerintah perlu terus menggalakkan konsumsi pangan lokal nonberas. Pertama, untuk mengurangi ketergantungan terhadap beras. ‘’Produksi beras saat ini membutuhkan banyak pupuk kimia dan pestisida. Meskipun residu pada hasilnya di bawah ambang batas keamanan, perlu dikurangi konsumsinya,’’ tegas dia.
Di samping itu, yang kedua, untuk pertimbangan kesehatan warga. Bagaimana pun konsumsi pangan beragam akan lebih banyak memasukkan varian unsur gizi ke dalam tubuh. Jadi, diversifikasi pangan sangat penting. Senada dengan yang disampaikan Badan Ketahanan Pangan Jateng, Perum Bulog Divre Jateng juga mendukung penggunaan bahan pangan lokal untuk mencapai kedaulatan pangan di provinsi ini.
Sebagai pemimpin badan yang salah satu tugasnya melakukan stok pangan, Kepala Perum Bulog Divre Jateng Damin Hartono menyampaikan hingga sekarang karbohidrat yang dikonsumsi setiap penduduk masih didominasi beras. ‘
’Kebutuhan manusia akan karbohidrat, 78% masih bergantung pada beras, 17% terigu, dan 5% kudapan atau jajan pasar. Artinya, pemanfaatan pangan lokal untuk dikonsumsi masih sedikit. Ya, walaupun sejak 2012 Perum Bulog tidak melakukan impor beras karena selalu surplus bahkan bisa membantu daerah lain, tetapi konsumsi pangan lokal harus terus digalakkan,’’ujar dia.
Apalagi, tren makanan dari gandum atau tepung terigu mulai mendesak dan makin digemari masyarakat. Kalau bisa, warga harus segera sadar dan mengubah pola pikir untuk mengonsumsi pangan lokal sebagai pengganti beras.(Anggun Puspita-29)